Posted on

Kejujuran Yang Mulai Pudar

Sejak hari itu, mendengar cerita yang mengejutkan dari mulut orang lain membuat hari ku gelap. Aku lebih banyak terdiam dan menghilang sejenak dari bumi. Mengasingkan diri dari keramaian dan memilih menyendiri terlebih dahulu. Dering hape ku terus berbunyi, pesan dan telfon dari Reza dan Rian tak kunjung berhenti. Memang sudah 2 hari ku abaikan pesan dan telfon dari mereka. Pola makan dan istirahat ku mulai tak beraturan, kesehatan ku pun mulai menurun. Untuk berjalan dari depan rumah kost ke kamar kost saja rasanya sudah tidak sanggup. Seketika ku lihat semua sudah gelap, setelah itu aku tidak ingat apa yang terjadi. Tiba-tiba aku sudah terbaring dikamar kost ditemani Rian dan tetangga kost ku Mera.

“Yan, Lisa sudah sadar tuh, gue tinggal ya.” Kata Mera.

“Oke makasih ya Mer.” Jawa Rian.

Rian memberikanku teh manis panas dan bubur kacang hijau untuk ku makan. Rian membantu ku untuk duduk dan menyuapi bubur kacang hijau yang masih hangat.

“Gausah dipikirin yang kemarin, mending langsung diobrolin aja sama Reza. Lo ga usah menghindar gitu ah kayak anak kecil. Pake pingsan sgala. Telpon gue gak diangkat, WA gue gak dibales.” Kata Rian dengan muka khawatir.

“Iya maaf yan, gue lagi pengen sendiri aja. Makasih ya yan, tolong jangan kasih tauin Reza kalo gue abis pingsan ya hehe, dia juga lagi sibuk sama projectnya gue takut dia khawatir”. Jawabku dengan lemas.

“Iya yaudah, sekarang lo abisin nih. Habis itu lo istirahat tidur, gue mau cari makan malam buat lo sama gue.”

Rian pun meninggalkan ku dikamar, dan memberikan ku ruang untuk sendiri menyantap bubur kacang hijau yang dibeli di warkop seberang serta teh panas yang agak kemanisan dan terlalu panas dibuatnya. Setelah ku habiskan bubur kacang hijau, aku tertidur pulas. 

Dengan rasa menggigil, ku tengok jam menunjukkan pukul 1 pagi dini hari. Di Meja dekat tempat tidurku ada sebungkus nasi goreng yang aku yakin Rian belikan untuk makan malam. Tubuhku lemas seperti daya sudah habis. Ku lihat ponsel dan ku baca pesan dari Rian mengingatkan ku untuk makan nasi goreng yang sudah dibeli, karena mubazir katanya kalo gak dimakan dia juga bilang maaf karena gak bangunin, gak tega katanya. Sepertinya aku demam, suhu tubuh ku seperti air teh panas yang Rian berikan. Mendengar suara petir dan gemuruh hujan dari luar menambah dingin suasana kamar kost. Aku mencoba untuk kuat, berdiri mengambil sapu tangan untuk kompres kepala serta kaus kaki untuk menambah kehangatan. Ku pejamkan mata dan terlelap dari tidur. Keesokan harinya, ketika membuka mata sayup-sayup ku lihat ada Rian sudah duduk di sebelahku sambil mengganti kompresan yang ku buat semalam.

“Sa, badan lo panas banget. Kita ke dokter ya”. Rian berkata

Aku hanya bisa mengangguk. Jujur saja saat itu badanku sudah lemas tidak ada tenaga. Rian membantuku berdiri untuk beranjak pergi kerumah sakit. Perjalanan kerumah sakit ternyata tidak mudah, hujan deras semalam membuat beberapa titik terendam banjir. Kami harus memutar arah mencari jalan yang tidak terkena banjir. Sesampainya dirumah sakit, ternyata kondisi sangat penuh dengan korban banjir yang terserang muntaber, diare dan penyakit lainnya. Rian hanya bisa mengeluhkan kejadian ini, Terlihat sekali sistem rumah sakit begitu lamban dalam menangani pasien. Seharusnya rumah sakit memiliki medical check up history yang penting. Catatan digital pasien dapat disimpan rumah sakit sebagai referensi kedepannya. 

AELL menjadi salah satu jawaban penting dalam membantu pasien dan rumah sakit untuk penyimpanan history check up pasien, data tersebut disimpan secara aman dan mudah untuk dilacak progressnya dengan menggunakan sistem blockchain yang jauh lebih aman dan terjamin dengan sistemnya yang terdesentralisasi. AELL juga memudahkan pasien dalam proses administrasi rumah sakit yang rumit, dengan menggunakan sistem AELL data-data pasien yang dapat secara otomatis terdaftarkan. AELL adalah jawaban kemudahan untuk kesehatan masyarakat, klik link berikut untuk informasi lebih lanjut https://www.aell.co/

Setelah menunggu beberapa jam untuk diperiksa dokter, aku dan Rian masuk dan dokter menyarankan untuk rawat inap. Karena kondisiku juga tidak sanggup untuk bergerak, akupun pasrah dengan keputusan dokter. Tidak lama setelah itu Reza datang bersama Deva. Rasanya aku ingin sekali menampar Reza.

“Sayang kamu gapapa? Kok bisa begini? Kamu kemana aja aku telfon, wa gak dibales”. Reza berkata

Aku hanya terdiam dan berkata aku ingin istirahat. Rian mengajak Reza untuk keluar dan mengobrol secara 4 mata. Rian menjelaskan kejadian malam itu. Lisa sudah mengetahui semua hal yang ditutupi Reza. Rian mencoba menenangkan Reza, dan menyuruh Reza menjelaskan secara jujur kepada Lisa jika kondisi Lisa sudah stabil. Dikamar rumah sakit, aku hanya berdua bersama Deva. Agak canggung rasanya berada di posisi tersebut. Deva membuka pembicaraan pada ku dengan menanyakan kondisiku saat ini.

“Sa, kamu gapapa?”. Tanya Deva

“Sakit biasa aja kok, paling kecapekan.” Jawabku lemas.

Dalam hati ku berkata, lo gabisa liat kondisi gue sekarang pake basa-basi segala. Heuu.

“Sa, gue mau jujur. Sebenernya gue udah lama suka sama Reza. Gue juga yakin kok kalau Reza juga suka sama gue. Lo jangan sakit hati ya.” Kata Deva dengan jelas.

Aku hanya bisa terdiam, dan kesal. Mengapa Deva berbicara seperti itu di saat kondisi ku yang tidak sehat. Diujung pintu ku lihat Reza dan Rian kaget mendengar pernyataan Deva. Belum selesai permasalahan ku dengan Reza, Deva datang dan menambahkannya. Rasanya saat itu aku ingin menyerah dengan diri sendiri….

Episode 1 | Episode 2 | Episode 3 | ——– to be continue